Landasan
Kurikulum
Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan
memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan. Kurikulum juga
merupakan wahana belajar-mengajar atau yang disebut sebagai proses pembelajaran
yang dinamis, sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan
berkelanjutan sesuai dengan perkembangan zaman. Andai kata apabila sebuah
bangunan rumah yang dibangun tidak menggunakan fondasi yang kokoh, maka apabila
diterpa oleh angin (bencana) sedikit saja maka rumah tersebut akan mudah rusak.
Sama halnya juga dengan kurikulum apabila dikembangkan pada landasan yang tidak
tepat dan lemah, maka kurikulum tidak akan bertahan lama dan mudah ditinggalkan
oleh para pemakainya. Oleh karena itu, dalam menyusun pengembangan kurikulum
maka dibutuhkan landasan-landasan kuat yang didasarkan pada hasil pemikiran dan
penelitian dan sudah dikaji secara selektif, akurat, menyeluruh dan mendalam.
Sehingga pengembangan kurikulum akan berlangsung efektif, efisein dan optimal
sesuai dengan yang dicita-citakan.
Pengembangan kurikulum yang didasari landasan yang tepat
dan kuat tidak hanya diperlukan oleh para
penyusun di tingkat pusat (makro) tetapi juga oleh para pengembang
kurikulum di tingkat operasional (satuan pendidikan), serta pihak-pihak yang
terkait (stacke holder). Robert S. Zais (1976) mengemukakan empat landasan
pokok pengembangan kurikulum, yaitu: Philosophy
and the nature of knowledge, society and culture, the individual and learning
theory. Maka perencanaan dan pengembangan kurikulum yaitu pengembangan
tujuan (aims, goals, objective), pengembangan isi/materi (content),
pengembangan proses pembelajaran (learning activities), dan pengembangan
komponen evaluasi (evaluation), harus didasarkan pada landasan filosofis,
psikologis, sosiologis-budaya-agama serta ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK). (Drs.Dadang Sukirman, M.Pd.2007:2)
Filsafat mencakup keseluruhan pengetahuan manusia, berusaha
melihat segala yang ada sebagai satu kesatuan yang menyeluruh dan mencoba mengetahui
kedudukan manusia di dalamnya. Oleh karena itu sering dikatakan dalam dunia
keilmuan bahwa filsafat merupakan ibu dari segala ilmu. Filsafat memegang
peranan penting dalam pengembangan kurikulum maka dari itu para pengembang kurikulum haruslah mempunyai filsafat
yang jelas tentang apa yang mereka junjung tinggi. Terdapat berbagai aliran
filsafat yang mewarnai konsep dan implementasi kurikulum yang dikembangkan,
beberapa aliran dalam filosofis pendidikan yaitu:
1. Perenialisme,
aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu sehingga pendidikan yang menganut
faham ini lebih menekankan pada
keabadian, keidealan, kebenaran absolut, kebenaran universal yang tidak
terikat pada waktu dan tempat dan keindahan dari warisan budaya dan dampak
sosial tertentu.
2. Essensialisme,
sama halnya dengan perenialisme faham ini pun lebih berorientasi pada masa lalu
karena menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian pengetahuan dan
keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota masyarakat yang
berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap sebagai
dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup masyarakat.
3. Eksistensialisme,
sumber pengetahuan tentang hidup dan makna adalah berasal pada individu. Aliran
ini mempertanyakan bagaimana saya hidup di dunia dan apa pengalaman itu?
4. Progresivisme,
berpusat pda peserta didik sehingga pentingnya melayani perbedaan individual
dan variasi pengalaman dan proses pembelajaran. aliran ini merupakan landasan
bagi pengembangan belajar peserta didik aktif.
5. Rekonstruktivisme,
elaborasi dari aliran progresivisme yaitu menekankan pada peradaban manusia di
masa depan, lebih jauh lagi menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan lain-lain. Aliran ini menekankan pada hasil belajar dari pada proses
pembelajaran.
(Akhmad
Sudrajat.2008 dalam www.akhmadsudrajat.wordpress.com)
Secara logis dan realistis, landasan filosofis
pengembangan kurikulum dari suatu sistem atau lembaga pendidikan dengan sitem
atau lembaga pendidikan lainnya memiliki perbedaan, khususnya terasa dalam
masyakat yang heterogen. Untuk landasan filosofis pengembangan kurikulum yang
tepat diterapkan di Indonesia yaitu Pancsila sebagai nilai dasar yang merupakan
filsafah dalam pendidikan manusia seutuhnya. (Dr.Dimyati dan Drs.Mudjiono.2009:269)
Pengembangan
kurikulum harus dilandasi oleh asumsi-asumsi yang berasal dari psikologi
manusia yang meliputi kajian tentang apa dan bagaimana perkembangan peserta
didik, serta bagaimana peserta didik belajar. Atas dasar itu terdapat dua
cabang psikologi yang sangat penting diperhatikan dan besar kaitannya dalam pengembangan kurikulum, yaitu psikologi
perkembangan yang mengkaji tentang hakikat, tahap-tahap,aspek-aspek
perkembangan, tugas perkembangan individu dan lain-lain, kemudian psikologi
belajar.yang mengkaji tentang hakikat belajar dan teori-teori belajar, berbagai
aspek perilaku individu lainnya dalam belajar. (Faisal Husseini.2012 dalam www.catatanharianisal.blogspot.com)
Intinya adalah
landasan psikologis ini sangat membantu para
pendidik dalam merancang sebuah kegiatan pembelajaran dalam rangka
pengembangan kurikulum.
Landasan ini penting untuk dikaji karena pendidikan
selalu melibatkan masyarakat yang berasal dari lingkungan sosial, budaya dan
agama yang berbeda, baik sebagai pendidik, peserta didik. Selain itu, salah
satu tujuan pendidikan adalah agar peserta didik dapat berkontribusi dengan
baik dalam lingkunganya. Oleh karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan
segala karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam
melaksanakan pendidikan. Tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, dan perkembangan di lingkungan
masyarakat tersebut.
Nilai-nilai yang perlu dipertahankan dan dihormati oleh
individu-individu dalam masyarakat adalah nilai keagaman yang beruhubungan erat
dengan kepercayaan masyarakat terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang mereka
anut serta nilai sosial-budaya yang berasal pada hasil karya akal budi manusia,
nilai ini bersifat sementara karena apabila nilai sosial-budaya ini dianggap
tidak sesuai dengan akal maka akan ditinggalkan, begitu juga sebaliknya.(Dr.Dimyati dan Drs.Mudjiono.2009:270)
Seiring berjalannya
dengan perkembangan pemikiran manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami
kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan IPTEK ini telah berpengaruh pada
peradaban manusia saat ini, terlihat dengan adanya pergeseran tatanan sosial,
ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai,
pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan lokal.
Sifat pengetahuan
dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih,
sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan
kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn)
dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi siatuasi yang
ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian. Oleh karena itu, kurikulum
seyogyanya dapat mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan
sekaligus mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia. (Akhmad Sudrajat.2008 dalam
www.akhmadsudrajat.wordpress.com )
DAFTAR PUSTAKA:
Akhmad Sudrajat.(2008).Landasan Pengembangan Kurikulum.(online). Tersedia dalamhttp://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/22/landasan-kurikulum/ (13 Februari 2013)
Drs.Dadang Sukirman, M.Pd.(2008).Landasan Pengembangan Kurikulum.(online). Tersedia dalam: http://file.upi.edu/browse.php?dir=Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196209061986011-AHMAD_MULYADIPRANA/PDF/ (13 Februari 2013)
Dr.Dimyati dan Drs.Mudjiono.(2009).Belajar dan Pembelajaran.Jakarta:PT. Rineka Cipta
Faisal Husseini.(2012). Landasan Landasan Kurikulum.(online). Tersedia dalam http://catatanharianisal.blogspot.com/2012/04/landasan-landasan-kurikulum.html (13 Februari 2013)